Sahabat
(Sumber : Buku Renungan Harian "Potret Kasih Allah")
“Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yohanes 15:15).
Sebuah kiasan bagi mereka yang percaya kepada Allah—baik orang Yahudi maupun Kristen—yang sering ditemui dalam Alkitab adalah hamba atau budak. Dan memang di dalam Perjanjian Baru sendiri, umat Allah digambarkan sebagai hamba sebanyak hampir 30 kali, termasuk tulisan-tulisan di mana Paulus, Petrus, Yakobus, dan Yudas menyebut diri mereka hamba baik bagi Allah maupun Kristus.
Tentu saja itu adalah kiasan yang baik, dan menggarisbawahi gagasan bahwa pria dan wanita yang beriman adalah orang-orang yang taat. Masalahnya bukan iman lebih unggul dari perbuatan. Tapi lebih pada iman yang disertai perbuatan. Mereka yang mengasihi dan percaya kepada Allah menganggap suatu hak istimewa jika dapat melayani-Nya.
Perhambaan sebagai suatu kiasan tidak terlalu menarik bagi kita pada masa kini. Perbudakan telah dihapuskan di Amerika Serikat setelah suatu perjuangan yang lama, memang harus dihapuskan karena hal itu berakibat sangat buruk pada jati diri manusia. Tapi sungguh memalukan bahwasanya stigma itu masih mengintai di sudut-sudut kelam dalam kebudayaan masa kini, dan menampakkan dirinya da- lam pelbagai bentuk diskriminasi. Namun demikian, karena ketaatan seperti hamba adalah cerminan langsung dari rasa syukur, kiasan ini sudah sangat tepat seandai- nya tidak ada kiasan lain yang digunakan di dalam Alkitab. Tapi tidak demikian.
Yesus menggunakan kiasan lain untuk orang percaya yang, terlepas dari kenyataan bahwa ayat tersebut telah berusia 2000 tahun, masih menarik bagi selera bahasa kita. Ia adalah kiasan tentang persahabatan, yang ditunjukkan dalam ayat kita hari ini. “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Ku-dengar dari Bapa-Ku.”
Persahabatan adalah kiasan yang lebih ramah, dan sungguh melegakan saat kita belajar bahwa Yesus sendiri menganggap pengikut-Nya sebagai sahabat-sahabat-Nya, dan mempercayakan apa yang diberikan Bapa kepada- Nya. Dan bukan hanya Yesus yang memandang kita sebagai sahabat. “Sebab Bapa sendiri mengasihi kamu, karena kamu telah mengasihi Aku dan percaya, bahwa Aku datang dari Allah” (Yoh. 16:27). Kata kerja yang diterjemahkan sebagai “mengasihi” memiliki akar kata yang sama dengan kata benda “sahabat.”
Hubungan kita dengan Allah Bapa dan Putra, Yesus Kristus, jauh lebih intim ketimbang dalam perhambaan. Sungguh kesukaan bagi kita dianggap sebagai sahabat-Nya.
Comments
Post a Comment